Aku
tak menyesali kepergianmu, aku hanya tengah menyesali tindakanku sendiri.
Kepergianmu adalah keputusan terbaik saat itu. Aku sadar, bagaimana mungkin kau
akan bertahan jika aku sendiri terlalu sering mengabaikan.
Aku
tak menyesali perpisahan kita, karena sekarang kulihat kau memang lebih
bahagia. Bahkan jika sekarang kau masih bersamaku, aku yakin aku belum bisa
membahagiakanmu seperti dia. Aku sadar, untuk itu aku tak menyesali
keputusanmu. Kau gadis yang pintar.
Jika
pun ada penyesalan, aku hanya menyesali tindakanku sendiri. Aku menyesali
kenapa aku dulu seegois itu. Kenapa aku dulu sejahat itu. Jika kau tanya
sebesar apa penyesalanku, aku tak kuasa mengatakannya. Ia terlalu besar untuk
dinalar logika. Bahkan sampai saat ini pun aku lebih memilih sendiri, karena
aku paham, belumlah sanggup aku membahagiakan seseorang. Masih terlalu banyak
sifat buruk yang mesti dibenahi. Aku takan mungkin menjadi sempurna, tapi aku
ingin mendewasa dulu sebelum memutuskan berdua. Ternyata berpasangan bukan
hanya soal cinta, tapi juga ada ilmunya, dan aku sadar ilmuku belum cukup untuk
sampai ke sana.
Aku
tak bisa memutar jarum jam ke arah berlawanan. Jika pun bisa, aku akan
melakukannya, aku tentu ingin tersadar di waktu itu. Tapi nyatanya, baru
sekarang Tuhan menakdirkanku tersadar.
Tak
mengapa, aku tak mengira ini terlambat. Bahkan ini masih cukup dini. Masih
cukup untuk perbanyak berbenah, demi dia yang ditakdirkan Tuhan sebagai masa
depan.
Jika
kau tanya apakah aku ingin meminta maaf. Aku sudah sering melakukannya, tapi
untuk kembali terlalu dekat, aku cukup sadar diri. Aku menghormati keputusanmu
untuk pergi, aku pun menghargai keputusanmu menjatuhkan pilihan pada yang lain.
Begitu pula aku menyadari, terlalu dekat denganmu lagi pasti membuat kekasihmu
cemburu. Aku sedang berusaha menjadi laki-laki sesungguhnya, bukan lagi seorang
yang mementingkan ego. Aku cukup paham bagaimana cara kaum lelaki menjaga apa
yang dia punya. Untuk itu, aku memilih menjaga jarak. Tidak ada alasan
kebencian untuk melakukan hal itu, kuharap kau cukup paham.
Tidak,
aku tidak sedang mengharapkanmu kembali. Aku lebih percaya takdir Tuhan. Siapa
pun dia yang kelak Tuhan kenalkan saat aku sudah merasa siap, dialah yang kan
kujadikan pasangan.
Aku
belum terlalu memusingkan dengan siapa, yang justru aku pusingkan kenapa aku
masih begini saja. (Masih sering malasnya dari pada berjuangnya.) Sudahlah, aku
sedang tak ingin terlalu banyak cerita. Nanti kau malah jatuh cinta. :D hahaha
… Cuma bercanda.
Hatiku,
tujuanku, dan semua impianku hanya untuk dia yang ditakdirkan Tuhan sebagai
masa depan. Bukan sekarang, tapi nanti, ada waktunya tersendiri.
Pokoknya,
terima kasih masa lalu, dan selamat datang masa depan. ^_^
Why, Juli 2014
0 Response to "Terima Kasih Masa Lalu, Selamat Datang Masa Depan"
Post a Comment