Jika kamu
merasa selalu kalah dari orang lain. Kalah dalam banyak semisal prestasi dan
banyak hal lain. Maka coba pergi ke tempat dimana kamu bisa berdiam diri.
Merenung.
Bertanya
mengapa ingin sekali mengalahkan orang lain. Ingin memiliki apa yang dimiliki
orang lain. Orang-orang yang membuatmu iri dengan apa yang mereka miliki. Kamu
membanding-bandingkan hal-hal yang ada pada dirimu kepada dirinya. Berusaha
mati-matian untuk memperoleh posisi yang lebih dari orang lain.
Apa itu
sungguh-sungguh hal yang paling diingkan, menjadi nomor 1. Apa salahnya dengan
menjadi nomor 2, nomor 3 ataupun bahkan nomor 134.314. Ini bukan perlombaan.
Bahwa musuh terbesar sesungguhnya adalah diri sendiri.
Mari kita
perhatikan diri sendiri. Diri masing-masing. Kita termotivasi dari luar untuk
melakukan hal-hal seperti ini dan itu agar mencapai tujuan. Namun, sadarkan
bahwa sebenarnya kita sedang bersaing dengan diri kita sendiri. Berusaha
mengalahkan rasa malas, rasa benci, rasa dendam, dan hal-hal lain dalam diri
kita yang membuat kita kesulitan mencapai
hal-hal yang menjadi tujuan.
Semuanya
adalah tentang diri sendiri. Bukan mengenai bagaimana kita menjadi juara diatas
orang lain. Tapi bagaimana kita menjadi juara atas diri kita sendiri. Menjadi
pribadi yang baik. Di dalam diri manusia memang tersimpan dua potensi. Potensi
gagal dan potensi berhasil. Potensi menjadi orang jahat dan menjadi orang baik.
Tinggal
potensi mana yang kita beri makan, potensi mana yang lebih kita pelihara.
Semuanya tentang mengalahkan diri sendiri. Jika kamu malas, maka kalahkan rasa
malas itu. Jika kamu membenci orang, maka coba kalahkan rasa benci itu. Jika kamu mudah marah, maka coba
kalahkan marah itu.
Mengukur
diri dengan orang lain lebih banyak tidak adilnya, terutama kepada diri
sendiri. Bahwa setiap manusia sudah diciptakan secara sempurna. Tidak perlu
terlalu sering membanding-bandingkan hal-hal yang tidak penting kepada orang
lain.
Membandingkan
kecantikan, membandingkan kepemilikan barang, membandingkan kepandaian. Semua
dan setiap orang bergerak dengan jalan hidupnya masing-masing yang pasti
berbeda.
Semua telah
diposisikan dalam peranannya dalam hidup agar kehidupan menjadi seimbang. Ada
yang menjadi dokter maka harus ada yang menjadi pasien, ada yang memiliki mobil
maka akan ada tukang parkir. Ada yang lapar pasti ada penjual makanan. Semua
bukanlah soal apa yang terlihat. Allah sendiri menilai dari ketaqwaan. Dari
amal perbuatan.
Sementara
manusia lebih sibuk mengukur-ukur harta dan kecantikan. Mengukur-ukur
pekerjaan. Mengukur-ukur materi dan hal-hal lain tidak menjadikan apapun selain
rasa iri.
Jogja,
15 September 2013
0 Response to "Mengalahkan Diri Sendiri"
Post a Comment