Memilih Masa Depan

























Tidak semua orang memiliki pilihan yang banyak untuk masa depannya. Bahkan mungkin ada yang sama sekali tidak memiliki pilihan. Dan kita, yang saat ini duduk di depan layar LCD. Sibuk memikirkan hari mau ngapain. Atau tugas yang belum selesai. Dan lain-lain. Adalah kita, orang-orang yang memiliki pilihan atas masa depan. Hendak berbuat apa dan mau jadi apa.

Disaat yang sama. Orang lain mungkin tidak bisa memilih apapun atas hidupnya. Hidup mengendalikan apa yang harus dia pilih. Ada pula orang yang takut membuat pilihan, karena situasi dan kondisi yang tidak mungkin. Dan kita adalah orang-orang yang berkuasa atas pilihan.
Disaat yang sama. Orang lain berusaha menjalani hidup yang telah dijadikan untuknya. Kita sibuk memikirkan urusan-urusan yang tidak penting. Urusan gebetan yang tidak berujung. Urusan finansial yang sejatinya masih minta orang tua tak kunjung mandiri. Urusan-urusan tidak penting lainnya yang sama sekali tidak akan mengubah keadaan dunia. Tidak memberikan manfaat apapun untuk peradaban. Dan kita larut pada hal itu seolah-olah kita adalah orang paling lara diseluruh dunia ini.
Tersakiti oleh laki-laki yang bukan siapa-siapa, lantas hati kita menjadi sedih. Tertipu oleh perempuan yang bukan siapa-siapa, lantas hati kita menjadi gundah. Sepenting itukah. Sementara kuliah keteteran. Lulus kuliah tidak banyak yang berpikir membuka pekerjaan. Takut mengambil risiko. Alasan perlu pengalaman. Semuanya adalah alasan untuk menutupi ketakutan-ketakutan kita tentang ketidakpastian masa depan.
Mari merenung. Sudah pentingkah apa yang kita lakukan saat ini. Ataukan tidak penting sama sekali. Tidak memberikan dampak apapun pada peradaban. Bahkan lebih sempit dari itu. Pada lingkungan sekitar sendiri. Di mana saat ini para pelajar disibukkan dengan layar LCD di kamar masing-masing. Tidak kenal siapa penghuni rumah disekitar kos-nya. Tidak peka lagi melihat sampah berserakan dijalan. Kehilangan iba ketika melihat bencana.
Sibuk meneriakan keadilan dan kesejahteraan. Tapi, sambil merokok di jalan-jalan. Bersedih atas skripsi yang tak kunjung selesai. Sementara mungkin di tempat yang tak jauh. Seorang seumuran kita, kuliah hanyalah mimpi di siang bolong.
Kehidupan kita. Sudah pentingkah? Bermaknakah kehidupan kita bagi orang lain? Sudah bermanfaatkah kita? Atau tidak sama sekali dan justru menambah masalah kehidupan. Kalau begitu, ada atau tidak adanya kita di dunia ini, tidak memberikan pengaruh. Kita akan mati, tidak menjadi apapun. Selain menuh-menuhin kuburan yang semakin sempit.


Terinspirasi Seminar Nasional
29 Nov 2013

0 Response to "Memilih Masa Depan"

Post a Comment