Sudah terlalu jauh hati berkelana. Persinggahan, percabangan
dan perhentian. Entah kapan aku sampai pada tujuan yang telah digariskan.
Beberapa kali, cinta membuatku patah dan kehilangan kendali karena jatuh dari
tempat yang terlalu tinggi. Beberapa kali, cinta membuatku nyaris jera untuk
kembali membuka hati. Beberapa kali, cinta menyadarkanku bahwa ini bukan
tentang teori tapi praktek hati. Beberapa kali, cinta membuatku tak yakin akan
manis yang pernah ia janjikan. Beberapa kali, cinta membuatku kehilangan sebuah
‘percaya’.
Dan kali yang terakhir, dengan sosok yang terlalu samar untuk membuatku tersadar bahwa dialah yang kucinta, mungkin bukan untukku dia terlahir. Musnah mimpi, serangkai kebetulan manis pun kubenci dan nyaris tak kupercaya lagi bahwa skenario cinta ada yang berujung bahagia. Seberusaha apapun aku agar layak dicintai, takkan menyatu jika memang dihatinya tak tergaris namaku. Sekeras apapun memaksa tak begini akhirnya, yang terancang akan selalu terjadi menurut kehendak Pencipta. Bukankah satu-satunya yang bisa kulakukan hanya menerima dan berlapang dada?
Sudah sering kali aku melepas. Sudah sering kali aku
mengalah. Sudah sering kali aku pergi dari arena hanya untuk menyuguhkan
bahagia bagi sosok yang kucinta. Sudah sering kali aku membiarkan hal ini
berulang kali jadi siklus yang biasa dimaklumi. Sudah sering kali aku
mempersilahkan orang lain untuk duduk menggantikan peran yang biasa kulakukan.
Ingin rasanya sekali bertolak dari apa yang biasa kulakoni. Tak perlulah kepala
menyodori seharusnya aku berbuat apa. Kali ini aku hanya mengandalkan hati, ke
arah mana ia seharusnya pergi. Karena memperjuangkanmu justru membuatku semakin
sadar untuk segera menekan tombol henti. Aku takut ada yang terluka lebih lama,
lebih sering, lebih sakit. Entah aku atau kamu.
Berkali aku jatuh cinta, semakin lama semakin meningkat
sakitnya. Mungkin karena aku terlalu merasa memiliki, jadi kurasakan kehilangan
dini yang terlalu menyakiti. Kini, perasaan masih begitu kental seiring dengan
sesak yang ikut berjejal. Tidak perlu ada yang tahu, airmataku penuh dibungkus
oleh tisu-tisu itu. Tidak perlu ada yang mendengar, isak tangis yang
menggelegar. Tidak perlu ada yang melihat bahwa aku sebenarnya tak nyaman
dengan pemandangan yang disuguhkan. Tidak perlu ada yang bertanya siapa dalang
dari segala luka. Tidak perlu ada yang merasa bersalah atas salahku yang tak
disengaja. Ya, jatuh cinta padamu mungkin adalah sebuah dosa.
Berusaha terlihat baik-baik saja adalah caraku untuk
menyamarkan luka. Urusan rela, melepas dan rentetan segala untuk lupa adalah
hal yang semoga bisa cepat membuntutinya. Mungkin manisnya cerita yang membuat
beberapa pasang berbangga belum terjadi padaku. Tapi seharusnya kita sama-sama
tahu. Belum bukan berarti tidak ada kan? Jika nanti sosok itu tiba, aku ingin
mematahkan segala repetisi luka hati. Karena siapapun yang jatuh cinta, berhak
dapatkan porsi bahagia.
Nov, 24 013
Nov, 24 013
0 Response to "Repetisi"
Post a Comment